Read herehttp://lilishafwa.wordpress.com
Pertengahan Agustus 2013, untuk ke empat kalinya saya mengunjungi Kota Yogjakarta sejak tahun 2010 (halaaahh). Dengan persiapan kurang dari seminggu, saya dengan teman nekat saya, RA (jah pakai inisial segala ahaha), memutuskan untuk pergi ke Yogjakarta ala backpacker spontan dan nekat 😀
Kami berangkat dari stasiun Bandung, dengan keadaan belum mendapatkan bookingan penginapan.. jadi di stasiun sembari menunggu jam keberangkatan kereta, kami sibuk telpon sana sini mencari penginapan yang masih kosong dengan hasil nihil. Sehingga akhirnya pasrah dan meyakinkan diri bahwa di sana pasti akan ada penginapan yang kosong.
Setelah 8 jam perjalanan, sampailah subuh-subuh di Kota Yogjakarta dan kemudian membawa ransel berjalan kaki menyusuri jalan-jalan sekitar jalan Sosrowijayan. Dengan bantuan “calo” kami memasuki gang-gang kecil di Sosrowijayan yang banyak terdapat penginapan, yang mana memang pada penuh. Sampai pada akhirnya kami dapat satu kamar yang kosong, untuk sementara bisa lah dipakai untuk mandi dan istirahat sebentar, dan satu kamar lagi kosong pada siang hari. Biaya penginapan per kamar per malam Rp. 100.000,- Kalau punya waktu lebih sebaiknya cari-cari aja lagi, pasti ada yang bisa kurang dari 100rb permalam.
Setelah mandi, kami langsung cusss pergi jalan-jalan menggunakan motor sewaan yang diantarkan oleh agen penyewaan. Di Yogjakarta memang tidak ada (jarang) angkutan kota semacam angkot seperti di Bandung, transportasi umum yang nyaman salah satunya adalah Trans Yogjakarta (saya paling jauh naik Trans YK sampai Candi Prambanan) dan untuk jarak dekat bisa pakai becak. Namun, profilnya sebagai kota wisata membuat kota ini selain mempunyai banyaaak sekali penginapan untuk memudahkan wisatawan, juga banyak sekali bisnis penyewaan kendaraan seperti motor dan mobil dengan harga yang realtif murah, dan bahkan ada yang bisa diantar seperti agen penyewaan yang kami pakai. Harga sewa motor Mio adalah Rp 50.000,- sehari (24 jam) dengan menggunakan 3 dokumen (KTP dan/atau SIM dan/atau Tiket Kereta) sebagai jaminan. Banyak juga penginapan yang memiliki penyewaan motor dan mobil, dilengkapi dengan peta wisata.
Destinasi pertama (dan utama) kami adalah Candi Borobudur di Magelang yaitu 40 km di sebelah barat laut Yogyakarta. Mengandalkan google maps, petunjuk jalan, tanya sana-sini dan dengan sedikit pede menggunakan jalan alternatif masuk ke daerah pedesaan yang digunakan pada saat terjadi erupsi gunung Merapi. Akhirnya tiba dengan selamat di Borobudur setelah sekitar 2 jam perjalanan. Cuaca panas sodara-sodara, pastikan pakai pakaian tertutup dari atas sampai bawah, jangan tiru kami yang apa adanya dan pasrah terbakar matahari.
Well, ekspektasi pertama saya sebelum ke Candi Borobudur adalah akan merasakan mystical feeling yang overwhelming seperti saat saya berkunjung ke Candi Prambanan. Tetapi entah kenapa begitu sampai di sana, saya merasa biasa saja. Mungkin karena kepanasan, atau karena terlalu banyak pengunjung di sana atauu karena Candi Prambanan adalah candi pertama yang pernah saya liat sehingga waktu itu serasa sangat waaww. Dengan membayar tiket masuk sebesar Rp. 30.000,- per orang, kami memasuki kawasan dengan memakai kain samping yang diikatkan di pinggang.
Kawasan Candi sangat luas, dan untuk mencapai bangunan Candi kita harus menaiki tangga. Saya tetap berpesona dengan kemegahannya, bagaimana tidak, “Candi berbentuk stupa itu didirikan oleh para penganut agama Buddha Mahayana sekitar tahun 800-an Masehi pada masa pemerintahan wangsa Syailendra. Monumen ini terdiri atas enam teras berbentuk bujur sangkar yang diatasnya terdapat tiga pelataran melingkar, pada dindingnya dihiasi dengan 2.672 panel relief dan aslinya terdapat 504 arca Buddha” <– menurut wikipedia :p – nah gimana coba orang-orang jaman belum ada alat berat dan alat bangunan lainnya itu bisa bikin bangunan sebegitu besarnya dengan detil pahatan yang mengagumkan. No wonder lah klo masuk World’s Herietage Site by UNESCO.
Borobudur
Read the rest of this entry »